Senin, 30 Januari 2012

RI-Malaysia Sepakati Pengamanan Laut

Pemerintah diminta melindungi nelayan tradisional.


JAKARTA - Pemerintah diminta lebih tegas melindungi nelayan tradisional Indonesia yang menangkap ikan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia. Apalagi setelah ditandatanganinya nota kesepahaman Pedoman Umum Penanganan Masalah Laut bagi Nelayan di Perbatasan RI-Malaysia, Jumat, 27 Januari lalu.


"Saya kira pemerintah harus lebih keras dan cerdas memanfaatkan peluang diplomasi dan memaksimalkan negosiasi bilateral yang sudah dibangun dengan Malaysia," ujar Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Abdul Halim, saat dihubungi, Ahad, 29 Januari 2012

Dalam kesepahaman ini, baik RI maupun Malaysia sepakat untuk tidak langsungmenangkap kapal nelayan tradisional yang beraktivitas di laut perbatasan. Kedua negara juga sepakat membantu kapal tradisional yang tersesat untuk kembali ke perairan negara masing-masing, serta tidak menangkap dan menjatuhkan hukuman kepada nelayan tradisional. Kecuali untuk kapal-kapal yang menangkap ikan secara ilegal dan menggunakan bahan-bahan peledak dan kimia.

Menurut Abdul Halim, pemerintah harus tegas mengawal kesepakatan ini agar tidak ada lagi nelayan tradisional Indonesia .yang ditangkap oleh Agensi Penguat kuasaan Maritim Malaysia. Sepanjang 2011, sebanyak 19 kapal nelayan tradisional berukuran kurang dari 10 GT ditangkap pemerintah Malaysia. Dari jumlah itu, baru 52 nelayan dari 93 nelayan yang ditangkap yang sudah dipulangkan ke Indonesia. "Dengan nota kesepahaman ini, saya berharap nelayan yang masih berada di Malaysia segera dibebaskan dan kejadian serupa tidak terulang," ujar dia.

Agar kesepakatan berjalan optimal, menurut Halim, perlu dilakukan penyamaan persepsi mengenai definisi nelayan tradisional. Selain itu. pemerintah diminta segera melakukan sosialisasi kepada kelompok nelayan mengenai kesepakatan bam ini. Hal ini untuk memudahkan nelayan melakukan pembelaan dan mencari perlindungan bila menghadapi masalah dengan polisi laut Malaysia di laut perbatasan.


Juru bicara Badan Koordinasi Pengamanan Laut, Eddie Femandie, menyebutkan bahwa penandatanganan nota kesepahaman yang disaksikan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan Wakil Perdana Menteri Malaysia Dato Seri Mohamed Nazri bin Abdul

Aziz itu lebih bersifat teknis pengamanan di wilayah laut yang batas wilayahnya masih dirundingkan kedua negara. Sedangkan kebijakan permanen mengenai ketetapan batas laut masih dalam proses perundingan. "Prinsipnya penghormatan batas wilayah dua negara untuk kesejahteraan nelayan tradisional," ujar Eddie.

Menanggapi belum adanya kesepakatan batas laut di beberapa titik antara RI dan Malaysia, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, menyebutkan bahwa pembicaraan intensif terus dilakukan. Baik Indonesia maupun Malaysia masih mengkomunikasikan batas-batas yang dinilai merupakan batas laut antar dua negara.

Untuk sementara, di daerah yang masih diklaim oleh kedua negara masuk dalam wilayah masing-masing, pengamanannya merujuk pada nota kesepahaman yang baru ditandatangani. cusuw
Sumber : Koran Tempo 30 Januari 2012,hal. A7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar